Monday, December 15, 2008

Getting Closer to Progressive Rock

Progressive rock? Binatang macam apa pula itu? Yang jelas, ini spesies yang akan membuat kepala pusing. Entah karena kebrilianannya atau karena kerumitannya.
Ketika prog rock menjadi mainstream di era 70-an, kegilaan dimulai. Makin rumit musiknya, makin panjang durasinya, terasa semakin keren image-nya. Saking pusingnya orang-orang di pertengahan era 70an terhadap prog rock, pecahlah sebuah pemberontakan. Lahirnya sebuah revolusi bernama punk rock.

Prog rock tanpa ampun akan terus memaksa otak untuk terus menerus membuat sinapsis-sinapsis baru di otak hingga ke titik yang membuat kepala sangat tidak nyaman. Diperlukan jalur yang tidak lazim dan waktu yang tidak sedikit, terutama buat saya, untuk mengerti dan menikmati prog rock.

Sebagian besar musisi yang memberi nafas pada prog rock adalah akademisi, dan hampir semua memiliki ketertarikan kepada musik klasik. Hal demikian yang melahirkan "hipotesis" tentang latar belakang prog rock yang mengikuti pakem penulisan musik klasik: movement 1, movement 2, hingga ke finale. Prog rock adalah classic music for rock n' roll era.
Musik untuk para kutu buku yang yang terlalu banyak membaca buku-buku fiksi ilmiah dan novel fantasi, bermain Dungeons and Dragons, terlampau saleh untuk menghirup obat-obatan terlarang dan ganja, dan ngeseks bebas. Sebuah filosofi rock n' roll minus sex and drugs.

Sekarang, spesies ini jadi minoritas. Antara ada dan tiada, hidup segan mati pun tak mau. Perkembangan scene prog rock di Indonesia, walaupun lambat seperti siput terkena demam tinggi, tetap berjalan dengan melahirkan musisi-musisi prog rock muda dan berbakat. Regenerasi tetap ada, walaupun nyaris tak terdengar, bahkan dengan adanya wadah seperti IPS (Indonesian Progressive Society) sekalipun.

Salah satu faktor yang memperlambat scene ini adalah sulitnya untuk berkenalan dengan prog rock. Spesies ini, berikut penggemar fanatiknya, seakan memberi jarak kepada para calon pendengar. Kebanyakan dari gerombolan penggemar prog rock merekomendasikan album yang aneh bin ajaib kepada para calon pendengar yang berminat.
Close to The Edge dan Relayer dari Yes, The Wall dari Pink Floyd, dan 2112 dari Rush adalah sebagian kecil contoh rekomendasi mereka. Ini sama saja menyodorkan gulai itik sambel ijo kepada bayi berumur setahun.

Sebuah majalah mingguan terkemuka di Indonesia pernah mengulas album Imanissimo dan Discus dengan berbagai kalimat pujian. Mereka seakan tidak sadar (atau tidak peduli) terhadap pembaca awam yang masih asing dengan prog rock. Dua band di atas baru bisa dinikmati kalau setidaknya sudah punya "jam terbang" yang lumayan tinggi, apalagi Discus, band sinting yang jauh lebih dihormati di Eropa daripada di kandang sendiri.

Daftar yang telah tersusun rapi di empat tulisan berikutnya merupakan resolusi atas kekecewaan terhadap ketidakpedulian tersebut. Sebuah jalan praktis --walaupun tidak mudah--, menuju ke kenikmatan progressive rock. Enjoy!



Sunday, December 14, 2008

Progressive Rock Level 1: Apprentice



Yes: 90125 (1983)

Ini adalah upaya Yes untuk mengenalk
an musik mereka kepada generasi MTV di tahun 80-an. Sebuah usaha yang mesti dibayar akan kerasnya kritik terhadap album ini, walaupun menang di kategori Best Rock Instrumental Performances di ajang Grammy Awards. Sejauh apapun Yes mencoba ngepop, tapi kejeniusan Jon Anderson dan kawan-kawan masih meninggalkan jejak-jejak yang pernah membuat Yes menjadi ikon prog rock di masa lampau.

--------------------------------------------------------------------------------------------



Mew: Frengers (2003)

Tidak ada cara yang lebih menyenangkan untuk menceburkan diri ke lautan prog rock selain memulainya dengan Frengers, album yang brilian karena berhasil mencampuradukkan musik yang ngepop dan komersil dengan struktur yang tidak mengikuti pakem umum: verse-chorus-verse, melainkan per part, seperti yang ada pada prog rock, khususnya "Am I Wry? No" dan "Comforting Sounds".

Merasa ini terlalu mudah? Lanjut.....!!

Saturday, December 13, 2008

Progressive Rock Level 2: Prog Student



Rush: Chronicles (2003)

Chronicles adalah album kompilasi yang terdiri dari dua CD.
CD Pertama merupakan kumpulan komposisi tahun-tahun awal karir Rush. CD kedua adalah kumpulan komposisi yang lebih populer dan easy listening, yang mengharumkan nama Rush ke seluruh dunia.
Album kompilasi ini merupakan pintu gerbang ke dunia prog rock yang jauh lebih rumit dan memusingkan sehingga merupakan materi wajib bagi calon-calon penikmat prog rock yang kupingnya masih belum terlatih.

--------------------------------------------------------------------------------------------



Yes: Fragile (1972)

Album keempat Yes ini berisi sembilan komposisi, lima di antaranya ditulis dan diaransemen oleh masing-masing anggota band, yang menunjukkan skill individual mereka yang di atas rata-rata dalam penguasaan instrumen masing-masing.
Keunikan di atas ditambah dengan hit single mereka yang termahsyur, Roundabout, menjadikan album ini sebagai salah satu rekaman prog rock
terbaik yang pernah dibuat.


Friday, December 12, 2008

Progressive Rock Level 3: Prog Knight



Pink Floyd: Meddle (1971)

Pusing dengan masalah pekerjaan, beban hidup yang terlampau berat, atau masalah percintaan yang tiada habisnya?

Siapkan:
1. Lintingan ganja ya
ng banyak.
2. Bir dingin
3. Kursi malas dari bambu
4. Ipod dengan earphone mahadahsyat
5. Hasil rip CD Meddle dalam format AAC 320 kbps


Gabungkan daftar di atas sambil duduk mendengar musik, menatap matahari terbenam, dilanjutkan dengan sesi menatap bintang-bintang di langit dengan iringan angin yang berhembus kencang di pinggir pantai.

Masalah selesai.
Untuk sementara.

--------------------------------------------------------------------------------------------



Genesis: Selling England by The Pound (1973)

Selling En
gland by The Pound adalah ibu dari seorang anak jenius bernama Firth of Fifth. Si anak jenius menunjukkan bakatnya di intro solo piano yang megah dan melegenda hingga sekarang.

Sang Ibu punya anak ketujuh, The Cinema Show, yang tak kalah jenius. Bedanya, sang anak menunjukkan bakat luarbiasa dalam menciptakan beat drum yang rapi, penuh improvisasi dan gayanya akan menjadi patron bagi para penggebuk drum rock di seluruh dunia.

Di antara kedelapan anaknya, mungkin yang bernama More Fool Me adalah yang paling unik, karena inilah bukti kalau sang anak, yang punya kemampuan ngedrum yang sadis, juga bisa bernyanyi dengan
sangat baik. Dia akan membangkang kepada orangtuanya kelak, dan akan menggiring Ayah mereka yang bernama Genesis keluar jalur symphonic prog ke musik pop. Scumbag Phil :D

--------------------------------------------------------------------------------------------



Imanissimo: Z's Diary (2004)

Apa yang terjadi kalau para personil Ozric Tentacles dilahirkan di Indonesia, masuk sekolah seni, gemar membuat komposisi super panjang, dan membuat sebuah concept album dengan tata suara yang berbanding terbalik dengan kualitas albumnya?

Hasilnya adalah Z's diary, concept album cerdas dari Imanissimo, sebuah album symphonic prog rock dengan pengaruh sound space rock yang sangat pekat.

Fakta bahwa album ini dibuat oleh musisi-musisi muda dalam negeri yang berbakat semakin mempertebal keyakinan saya akan regenerasi prog rock di scene lokal.

--------------------------------------------------------------------------------------------



The New Caledonia: Lotus (2007)

Orang-orang gila dari Australia yang bertanggung
jawab menciptakan ketidakseimbangan di dalam kosmos dengan mengawinpaksakan fusion, ambience, dan prog rock menjadi sebuah kekacauan yang mengagumkan di seluruh area galaksi bima sakti.

--------------------------------------------------------------------------------------------



Protest The Hero: Fortress (2008)

Tidak disarankan buat yang berpenyakit jantung, ibu-ibu hamil dan menyusui, orang-orang yang masih sayang gendang telinga, lulusan pesantren, dan penggemar Trio Macan.


Bagaimana, belum menyerah?
Yakin?

Thursday, December 11, 2008

Progressive Rock Level 4: Prog Master

Akhirnya......selamat datang di level pamungkas...




King Crimson: In The Court of the Crimson King (1969)

Segalanya bermuara dari sini. Album brilian yang merupakan "ground zero"-nya prog rock. Album seminal, cikal bakal sebuah genre yang jaya raya di tahun 70-an, walaupun sang pendiri sekaligus gitaris band, Robert Fripp, menolak kategorisasi tersebut.

Suka atau tidak, setuju apa tidak, Fripp tak kuasa membendung puji-pujian para dedengkot prog rock masa lalu dan sekarang yang menyebutkan In The Court of The Crimson King adalah pengaruh utama mereka dalam bermusik dan turut membentuk arah musikalitas mereka.

--------------------------------------------------------------------------------------------



Yes: Close To The Edge (1972)

Sebuah mahakarya. Album klasik yang abadi sepanjang masa. Close to The Edge adalah puncak musikalitas Yes yang mengarumkan nama
mereka selama tiga puluh tahun lebih, melewati batas-batas waktu hingga sekarang dan akan datang. Bagaikan Colossus di dunia persilatan prog rock: tinggi, kokoh, indah, dan abadi.

--------------------------------------------------------------------------------------------



Pink Floyd: Dark Side of The Moon (1973)

Magnum Opus dari Pink Floyd.
Dark Side of The Moon merupakan album terlama yang bercokol di Billboard's list of the top 200 best selling albums selama 14 tahun, paling lama dari rekaman manapun yang pernah dibuat sepanjang sejarah umat manusia. Apabila rekaman Dark Side of The Moon diluncurkan ke ruang angkasa dan ditemukan alien, mereka pasti mengira penciptanya adalah dewa, dan akan berbondong-bondong ke bumi untuk menyembah Waters, Mason, Gilmour, dan (alm.) Rick Wright.

--------------------------------------------------------------------------------------------



Guruh Gypsy: S/T (1976)

Ini adalah faktor utama rasa hormat saya yang mendalam kepada GSP, dalam kolaborasinya dengan Gypsy band, untuk melahirkan sebuah album prog rock asli Indonesia tanpa tanding di muka bumi pertiwi, yang memperkenalkan seorang legenda musik Indonesia sebagai vokalis utama: (Alm.) Chrisye.

Gabungkan seluruh album band-band sejuta kopi di Indonesia, maka mereka belum dapat mencapai setengah dari kualitas album ini: musikalitas, art direction, filosofi, penulisan lirik, kualitas serta totalitas musisinya.
Band-band tersebut hanya menang di satu sisi: Keuntungan komersial, sesuatu yang sangat jauh dari jangkauan Guruh Gypsy.


Monday, November 3, 2008

Young and Restless - S/T (2007)



Young and restless: Yang muda yang bergelora.

Ada sebuah pertanyaan yang terus berputar-putar di kepala saya ketika selesai mendengarkan debut album Young and Restless:
Apakah Karina Utomo -sang vokalis- punya pita suara ekstra yang bisa diganti-ganti?
Saya membayangkan betapa tersiksa sang pita suara bekerja terus-menerus didera jobdesk yang cukup berat dan mengerikan: Melayani permintaan pemiliknya bernyanyi, setengah berteriak, menjerit, memekik tanpa belas kasihan.

Young and Restless adalah sebuah parade musik dengan kata kunci: Noise.
Saya rasa Karina adalah semacam hibrida kekuatan Karen O dari YYY dengan keliaran Jemima Pearl dari Be Your Own Pet. Ketiga wanita tersebut punya persamaan apabila dilihat dari paras mereka: It's all deceptive facade. Mereka dapat melibas vokalis band-band emo yang bertato dan bermuka sangar penuh tindikan dengan sekali gebrak.

Ah, cukuplah bercerita tentang Karina yang cantik dan menarik. Young and Restless adalah contoh membuat gado-gado dengan ramuan yang baik dan benar. Anda semua sudah ketahui bahwa Karina dan saudara lelakinya Nugroho -sang drummer- bergabung bersama dua bule Australia membentuk Young and Restless. Mereka sangat menyatu dan solid, tidak seperti proyek "lucu-lucuan" Ahmad Dhani yang (ingin) merayakan "supremasi" atas kulit putih pada The Rock. "The Batu". Batu nisan barangkali, seperti penanda karir musik mereka.

Album ini berisi tipikal kemarahan, protes dan gejolak khas anak muda. Kalau semua keresahan dan kemarahan digarap serius, hasilnya seperti album ini: Cantik dan beringas, seperti vokalisnya.



Pemuda Harapan Bangsa - Modal Dengkul (2007)




Bagaimana jadinya apabila sebuah bangsa, terutama bangsa Indonesia, bertumpu dan berharap kepada kelompok pemuda yang hanya bermodal dengkul?

Pemuda Harapan Bangsa (PHB) percaya hal itu, setidaknya mereka punya cita-cita sebagai "tumpuan" harapan bangsa untuk mengocok perut rakyat dan membuat mereka tersenyum, walaupun dengan alat musik "seadanya", tampang sekadarnya, lirik seenaknya, dan kualitas vokal yang apa adanya.

PHB pernah melahirkan sebuah mahakarya berupa musik bernafaskan waria Taman Lawang seperti "Baso Mas Parto" di album Orkesnisasi dan sekarang di album Modal Dengkul, hadir sebuah track cerdas: "Kelapa Sawit" yang sempurna secara ide, eksekusi, dan improvisasi.

Di "Khayalan", lahir sebuah konsep baru di dalam musik Indonesia, dimana featuring artist tidak menyanyi, melainkan hanya ngemeng gak jelas di telepon (dalam bahasa Sunda pula).
Saya sering mengulang track ini di bagian awal dan akhir hanya ingin mendengarkan percakapan mereka yang amburadul sambil senyum-senyum sendiri.


Keseriusan PHB dalam bermusik semakin solid ketika menciptakan sebuah lagu yang punya judul seperti kumpulan bumper stiker metromini dan mikrolet: "Doa ibu tersayang kepada anak tercinta semoga selamat sampai tujuan."


Artwork album juga tidak luput dari keseriusan tingkat tinggi personil PHB. Upaya untuk mencetak nama-nama donatur dan jumlah sumbangan buat album ini merupakan langkah jenius yang belum terpikirkan band-band lain di luar sana.


Saya kira PHB akan menurunkan tensi ketidakwarasan mereka di akhir album, ternyata yang saya dapat adalah "The Rain", sebuah karnaval multikulutral pengocok perut dengan bahasa Inggris amburadul dalam atmosfir tembang Sunda-campursari dalam irama tradisional-modern yang absurd.


Gugun and The Bluesbug - Turn It On (2007)




J: "Hank, do you like blues?"

H:
"Yes, one of my favourites."

J: "Have you ever heard an Indonesian playing blues?"

H: "Nope."

J: "You should listen this, it's awesome." (Menyetel "Holding On" di iTunes)

H: "Hmm...the guitarwork sounds like Jimmy Hendrix but with his own personal touch. Also the pronunciation is good, I like it. I did not know that there's a good blues singer-guitarist here, and this one's promising."

J: "Told you, it's awesome."

H: "Yeah, but it's a silly name isn't it? Bluesbug, hahahahaha.... and the artowork is just like those back in the 60s. Anyway, can i borrow the CD after you put it in your iPod?"

J:
"Sure."

Hank adalah guru bahasa Inggris yang datang ke kantor setiap Jumat. Setelah beberapa lama, saya menemukan fakta bahwa si bule punya wawasan tentang musik yang cukup luas dan selera musik yang tidak jauh berbeda dengan saya.

Anyway....saya sempat menyesal tidak menghadiri peluncuran album Gugun and The Bluesbug kira-kira setahun lalu. Ketika membaca e-mail terusan dari seorang teman yang berisi jadwal acara launching album Gugun and The Bluesbug, saya bertanya-tanya band apakah ini? Dilihat dari sampulnya, timbul asumsi bahwa ini hanyalah band-band indie yang mencoba eksis dari pensi-pensi SMA. Saya tak berminat, bahkan tidak terkesan dengan kata 'blues' di nama band tersebut dan tidak googling terlebih dulu.

Asumsi yang terbukti 100% salah ketika saya membaca review di RSI dan kemudian membeli album "Turn it On" dari Gugun and The Bluesbug. Sebuah adegan dari Lock, Stock, and Two Smoking Barrels menyindir asumsi tolol tersebut:

Soap: "And What did I say about assumption being a brother of all fuck-ups?"
Tom: " It's the mother of all fuck-ups, stupid."
Soap: "Well, brother, mother, and any other sucker. It don't make any difference!"

1-0, Satu buat Gugun and The Bluesbug, dan 0 buat asumsi tolol saya.

Mungkin tidak banyak musisi lokal yang memainkan musik ciptaan sendiri bernafaskan blues-based rock dengan penuh penghayatan seperti Gugun. Saya kira mahluk-mahluk yang memainkan musik jenis ini sudah punah. Tersingkir ke bar-bar gelap di pinggiran kota, di panggung kayu yang usang dan disorot lampu redup dan bermandikan cahaya lampu neon yang berkedip-kedip. Ditonton oleh orang-orang tua dengan rokok kretek di mulut yang ingin bernostalgia mengenang masa muda. Ternyata tidak.

"Turn it on" muncul dengan benang merah blues yang terang, bergairah, dan dinamis sehingga bisa meliuk-liuk dengan cantik di track funk "Funky Pesta" dan galak di "Woman", juga bisa lembut seperti sayap-sayap kecil malaikat di "Holding On."

Gugun and The Bluesbug membuat iPod Classic saya terisi lagi dengan bahan bakar tanpa timbal untuk kuping dan otak saya yang memang haus dan rakus asupan musik-musik yang bergizi, terutama blues.


Thursday, August 28, 2008

Battles - Mirrored (2007)




Alkisah....di zaman jutaan tahun mendatang....
Ketika umat manusia telah punah dan bumi diduduki oleh mesin-mesin imortal ciptaan manusia, yang dengan kecerdasan buatan, berevolusi dan membangun sebuah peradaban baru. Peradaban umat manusia telah lama terlupakan dan terkubur bersama puing-puing masa lalu.

Hingga datang suatu masa dimana para robot tidak sengaja menemukan peradaban manusia yang telah punah jutaan tahun lampau di kedalaman bumi. Di antara artefak-artefak itu mereka menemukan sesuatu yang sangat indah: musik.
Robot-robot tersebut mulai meneliti dan menganalisa "artefak suci" tersebut, sebuah mahakarya ciptaan umat manusia yang sangat berharga. Mereka mulai mencoba membuat musik dengan struktur dan komposisi yang mereka ciptakan sendiri, menyesuaikan musik tersebut dengan peradaban mesin yang sudah sedemikian maju. Hasilnya adalah sebuah "musik mesin" yang rumit, cepat, penuh perhitungan, dan cerdas.

Mereka mengungumkan penemuan ini kepada masyarakat robot dunia. Lagu-lagu ciptaan mereka bagai wabah yang mendominasi kehidupan dunia mesin. Otoritas Robot Dunia pun menganggap wabah ini sudah terjadi sedemikian cepat dan mengkhawatirkan sehingga dapat mengganggu stabilitas dan peradaban dunia mesin. Operasi penumpasan pun akan dilakukan. Musik harus segera lenyap dari permukaan dunia mesin. Kelompok pembela musik pun berontak, mereka tidak mau tunduk terhadap kekuasaan yang absolut, yang semena-mena.

Akhirnya terjadilah demonstrasi dan bentrokan terbesar sepanjang sejarah dunia mesin. Pemberontak dan pemegang kekuasaan bertempur habis-habisan. Walaupun pada akhirnya kalah, kaum pemberontak mengirim utusannya yang paling tangguh, Atlas, untuk menyelamatkan milk mereka yang paling berharga, musik ciptaan para robot, yang telah dibuat susah payah dan diolah dari artefak suci peninggalan umat manusia.

Atlas, dengan sisa tenaga, berhasil menyelamatkan musik ciptaan kaum robot tersebut melalui mesin waktu. Dia juga mengirim berbagai data mengenai pemberontakan para robot dan kisah hidupnya ke abad 21. Persembahan dari jutaan tahun mendatang itu lalu ditemukan oleh empat manusia cerdas yang dapat menyerap musik mesin yang rumit itu. Keempat orang tersebut menamkan band mereka: Battles,
yang terinspirasi dari pertempuran terakhir antara kaum mesin jutaan tahun ke depan.
Mereka mempelajari, mengaransemen ulang beberapa komposisi, dan membuat sebuah album.
Atlas, sebuah single andalan pilihan Battles, dipersembahkan kepada sang robot yang dengan sisa-sisa tenaganya, berhasil menyelamatkan musik robot tersebut ke tangan mereka, kembali ke tangan umat manusia.