Sunday, June 17, 2007

Andrew Bird: Armchair Apocrypha (2007)



Andrew Bird adalah musisi dengan kombinasi mematikan: penulis-penyanyi dan multi-instrumentalis.
Buat orang selevel Andrew Bird, stereotip yang muncul adalah musisi dengan musik avant-garde yang tidak nyaman di kuping. Tapi Armchair Apocrypha menghancurkan hipotesis tadi. Album ini luar biasa nyaman, pintar, sangat berwarna, kaya akan bunyi instrumen, mulai dari akustik, elektrik, eksotik, klasik hingga organik seperti suara siulan yang rapuh tetapi indah.

Cara bernyanyi Andrew Bird yang semi-droning di beberapa track mengingatkan gue akan salah satu indie darling Zach Condon, jangan-jangan Zach mengidolakan Andrew?
Tidak seperti musik 3 kord "anti-kemapanan" yang satu album terdengar sama dan membosankan,
Armchair Apocrypha secara mengejutkan punya track yang benar-benar beda satu sama lain walaupun ada benang merahnya. Penulisan liriknya adalah salah satu yang terbaik yang pernah gue baca. Simak sepenggal lirik Armchairs:

I dreamed you were a cosmonaut
of the space between our chairs

And i was a cartographer
of the tangles in your hair

I sighed a song that silence brings
It’s the one that everybody knows
Oh everybody knows

The song that silence sings
nd this was how it goes...


Punya reputasi sebagai seorang musisi bunglon,
Andrew Bird menghadirkan Armchair Apocrypha sebagai contoh konkrit. Mulai dari balada cerdik di Plasticities, sound U2 era Joshua Tree di Dark Matter, hingga sedikit tetesan The Postal Service di Simple X sebagai ajang pembuktian kalo siulan juga punya efek ganda seperti MsG pada makanan, The Supine --salah satu interlude paling sadis yang pernah gue denger-- muncul secara mengagetkan seperti musik cut-scene dalam game RPG atau score music sebuah film. Sadis..

Andrew Bird bukan musisi kemarin sore, walaupun dicap bunglon, dia tidak mengikuti tren atau mengikuti pattern musik tertentu secara gamblang. Gue bahkan bingung mendefinisikan album ini ke genre mana, apakah folk, indie-pop, indie-folk, balada, rock, atau....ahh...sudahlah, yang penting berkualitas, klasifikasi jadi gak penting disini.

Buat gue, beginilah seharusnya seorang musisi tulen membuat album.

Kesimpulannya? Armchair Apocrypha adalah album subliminal dari seorang musisi cerdas yang akan membuat orang tanpa beban mencintai album ini dengan sepenuh hati. Hakul yakin...


Saturday, June 9, 2007

Feist - The Reminder (2007)



Gue bener-bener kaget ketika My Moon My Man diputar di salah satu radio swasta Ibukota yang gue anggap punya playlist paling membosankan dalam sepanjang sejarah gue ngedenger radio. Salah satu trademarknya yang paling "berkesan" adalah memutar single Evanescence "Call Me When You're Sober" yang membosankan itu puluhan kali sehari. Gue pun bertanya-tanya siapa gerangan music director dari radio tersebut mengingat pilihan playlistnya selama ini mengecewakan.

Anyway...back to business.
Mungkin gue kurang memperhitungkan Feist kalo sebelumnya dia gak punya kontribusi yang cukup besar di Broken Social Scene --band indie Kanada yang brilian tapi masih kalah popularitas dibanding Arcade Fire-- atau menghasilkan Mushaboom yang fenomenal dua tahun lalu. Album ketiga Nona manis ini dibuka perlahan-lahan oleh So Sorry dengan ciri khas vokalnya yang meliuk-liuk indah dan mulus, membekas di kepala dengan lembut.
My Moon My Man dengan nada piano upbeat plus aransemen cemerlang bakal terasa lebih sempurna kalo udah liat video clip yang disutradarai Patrick Daughters dengan koreografi sederhana tapi luar biasa menawan. Coba cek disini, dan jangan lupa untuk mendownload video clip 1234 yang berwarna warni nan rupawan dengan koreografi yang tidak kalah menarik.

Feist sekarang cenderung memikirkan sisi komersial melihat pilihan single yang dilepas seperti 1234 dan My Moon My Man. Komersial dalam artian positif. Meracuni publik mainstream dengan Feist jauh lebih sehat daripada dicekoki album-album idol manapun.
Tapi itu hanya puncak gunung es, para penggemar setia nona Feist gue rasa bakal puas dengan penulisan lagu dan pemilihan instrumen yang variatif (ada harpa di dua track terakhir!!).
I Feel it All dan Past in Present sangat menghibur, mengingatkan gue akan masa kejayaan Nona Feist di Broken Social Scene. Sea Lion Woman yang kreatif tak terduga justru dibuka oleh backing vocal yang terdengar sumbang, sebuah penulisan lagu tingkat tinggi. Enak didengar dan tidak rumit.
Himne untuk alam dan cinta dipersembahkan di dua track balada minimalis The Park dan The Water, memperlihatkan kekuatan Feist dalam mengontrol vokalnya yang indah dan bertenaga.
Walaupun di Intuition Feist mengerahkan kemampuan vokalnya dengan agak berlebihan, tapi entah kenapa gue gak punya keinginan untuk menulis sebuah penilaian negatif.
Brandy Alexander yang muncul di bagian penghujung album punya kekuatan untuk menghipnotis Axl Rose jadi manis dan patuh sejinak anak ayam.
How My Heart Behaves dengan vokal tamu Eirik Glambek Bøe dari KoC menuntaskan salah satu album terbaik 2007 ini dengan perasaan haru dan bulu kuduk merinding tak terkendali.
Ahh...Nona Feist....maukah kau jadi pacarku...???